Monday, August 17, 2009

Histori Of Industrial Textiles in Majalaya


HISTORY does not mean anything if only considered as a story without a past and see the relevance of the next period. Mengutip sejarawan Robert B. Quote historian Robert B. Cribb, ”Sejarah adalah suatu proses yang berkesinambungan. Cribb, "History is a process of continuous development. Sejarah perlu dikaji sebagai dalam kerangka yang koheren dari suatu periode ke periode berikutnya.” Oleh karena itu, sejarah tidak hanya menggambarkan penggalan waktu tertentu saja, tapi lebih bisa digunakan sebagai alat untuk mengkaji periode selanjutnya. History is reviewed as necessary in the framework of a coherent period to the next period. "Thus, history does not only describe a certain period of time, but it can be used more as a tool for the next period.

Di tengah gembar-gembor rekonstruksi sejarah nasional yang selama ini banyak dilencengkan untuk mendukung hegemoni kekuasaan, muncul juga keinginan untuk membuat sejarah lokal. In the middle of ranting reconstruction of national history that is much to support the hegemony dilencengkan power, also show a desire to make local history. Salah satu contoh adalah munculnya keinginan dari segelintir warga Majalaya untuk membuat sejarah lokal. One example is the emergence of the desire of a handful of Majalaya to make local history. Diharapkan bahwa sejarah lokal tersebut tidak hanya dibuat sebagai sebuah dokumentasi yang bisa diakses oleh generasi berikutnya untuk mengetahui sejarah leluhur mereka. It is expected that local history is made not only as a documentation which can be accessed by the next generation to know the history of their ancestors. Akan tetapi, sejarah lokal Majalaya juga bisa dijadikan bahan referensi proses perbaikan kondisi Majalaya saat ini. However, local history Majalaya also can be used as reference material conditions Majalaya process improvement at this time.

Cerita sejarah lokal Majalaya tidak bisa dilepaskan dari kegiatan ekonomi dominan setempat, yaitu industri tekstil. Stories Majalaya local history can not be released from the dominant local economic activities, the textile industry. Perkenalan masyakarat setempat dengan kegiatan tekstil telah terjadi sejak lama dan masih berlangsung hingga saat ini. Local society with the introduction of textiles has been a long and still ongoing to this day. Namun dalam perjalanannya telah terjadi banyak pergeseran yang mengakibatkan kontrol terhadap industri tekstil sudah tidak berada di tangan mereka. However, in the journey has been a lot of friction in the control of the textile industry is not in their hands. Posisi usaha mereka sudah banyak yang tidak independen dan menjadi maklun perusahaan besar maupun menengah. Position of their business is not that many independent and maklun become large and medium companies. Perubahan-perubahan tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai kebijakan ekonomi dan politik tingkat makro. These changes are influenced by various economic policies and macro-political level. Oleh karena itu, sejarah industri tekstil Majalaya dari sisi pengusaha dan buruh serta berbagai kebijakannya menjadi penting untuk ditelusuri sebagai sebuah proses pembelajaran dan refleksi. Therefore, the history of textile industry Majalaya from the employers and workers and the various policies is important to be as a process of learning and reflection.

Sejarah industri tekstil Majalaya History Majalaya textile industry

Majalaya memiliki sejarah industri tekstil yang cukup panjang. Majalaya textile industry has a history that long. Tahun 1930-an merupakan tonggak awal perkembangan industri tekstil Majalaya yang dipelopori oleh beberapa pengusaha tekstil lokal seperti Ondjo Argadinata, H. 1930-an early milestone was the development of textile industry which Majalaya dipelopori by some local businessmen such as textiles Ondjo Argadinata, H. Abdulgani, dsb. Abdulgani, etc.. Masa-masa tersebut juga diwarnai dengan mulai bermunculannya industri tenun rumahan yang masih menggunakan tustel (alat tenun bukan mesin). Times are also colored with the start bermunculannya home weaving industry still using tustel (not weaving machine tool). Penyebaran kegiatan menenun berlangsung cukup cepat karena (1) tingginya persentase rumah tangga yang tidak memiliki lahan dan melakukan pertanian marginal (2) kegiatan menenun merupakan tradisi lama, namun masih menjadi tipikal keterampilan perempuan kelas menengah (Hardjono, 1990 dan Pleyte, 1912 dalam Keppy, 2001). Tissue distribution of the activities take place quickly enough because (1) the high percentage of households that have no agricultural land and marginal (2) the weaving is a tradition long, but still a typical middle-class women's skills (Hardjono, 1990 and Pleyte, Keppy in 1912, 2001). Selain itu keterlibatan buruh-buruh di pabrik-pabrik tenun pada awal tahun 1930-an memberi bekal mereka untuk membuka usaha tenun sendiri. Besides the involvement of labor-labor in the weaving factories in the early 1930's to give stock to open their own weaving business.

Saat pasar semakin terbuka mereka dengan mudah mengambil kesempatan tersebut karena modal yang diperlukan untuk membeli alat tenun masih murah dan bahan baku bisa diperoleh dari para pengusaha seperti putting out system . When they open the market to easily take this opportunity because the capital needed to purchase equipment and weaving are still cheap raw materials can be obtained from the employers, such as putting out system. Pada masa-masa berikutnya industri tenun rumahan semakin menjamur di mana-mana. During the period of the next-home-weaving industry in the mushroom everywhere. Hampir setiap penduduk Majalaya memiliki peralatan tenun dan membuka usaha tenun sendiri. Almost every resident has Majalaya weaving equipment and open their own weaving business. Oleh penduduk yang telah berusia lanjut masa tersebut dikenang sebagai masa-masa keemasan Majalaya. By people who have elderly dikenang period as the golden times Majalaya.

Industri tenun Majalaya mencapai puncaknya pada awal tahun 1960-an dan mampu memproduksi 40% dari total produksi kain di Indonesia. Majalaya weaving industry reached its peak in the early 1960s, and is able to produce 40% of the total cloth production in Indonesia. Akhir tahun 1964 Majalaya menguasai 25% dari 12.882 ATM (Alat Tenun Mesin) di Jawa Barat. Majalaya end of 1964, over 25% of the 12,882 ATM (Woven Machine Tools) in West Java. Hampir seluruhnya terkonsentrasi di Desa Majalaya dan Padasuka (saat ini dimekarkan menjadi 3 desa, yaitu Desa Sukamaju, Padamulya, dan Sukamukti) (Palmer, 1972 dan Matsuo, 1970). Almost entirely concentrated in the Village and Majalaya Padasuka (currently dimekarkan in 3 villages, namely the Village Sukamaju, Padamulya, and Sukamukti) (Palmer, 1972 and Matsuo, 1970). Namun, hal ini merupakan kemajuan secara umum karena jika ditelusuri pada saat yang sama para pengusaha tenun lokal sudah mulai kehilangan pengaruhnya dan untuk mempertahankan kelangsungan produksi banyak perusahaan lokal yang beralih ke sistem maklun. However, it is the progress in general because if it be at the same time weaving the local entrepreneurs have started to lose influence and to maintain the production of many companies to switch to the local system maklun.

Industri tenun rumahan juga sudah mulai tergeser dan bangkrut karena tidak mampu bersaing dengan produk yang dihasilkan oleh ATM. Home weaving industry also has begun to go bankrupt because tergeser and not able to compete with products produced by the ATM. pada masa-masa berikutnya mereka beralih melakukan kegiatan usaha yang sangat marginal, seperti pembuatan kain lap, urung kasur, dsb. at times they move on to the next business activities that are marginal, such as making tea cloth, mattress frustrated, and so on. Sejak tahun 1970-an banyak pabrik-pabrik pribumi yang dijual terhadap pengusaha asing atau WNI nonpribumi. Since 1970s many factories were sold to indigenous entrepreneurs or foreign WNI nonpribumi. Penjualan pabrik ini merupakan titik akhir dari rangkaian proses pengambilalihan perusahaan pribumi oleh pengusaha asing atau WNI nonpribumi. Sales of this factory is the end point of the series of corporate takeovers by foreign indigenous or WNI nonpribumi.

Di era tahun 1973-1981 Indonesia mengalami masa oil boom dan sifat industrialisasinya sangat eksklusif pada substitusi impor. Years 1973-1981 in the era of Indonesia during the oil boom and the very exclusive nature industrialisasinya on import substitution. Faktor-faktor yang menentukan orientasi ke dalam adalah menumpuknya permintaan konsumen yang belum terpenuhi, cepatnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang dimotori oleh kenaikan harga-harga komoditas dan meluasnya campur tangan pemerintah. Factors that determine the orientation in menumpuknya is consumer demand that has not been met, the speed of economic growth in the country by dimotori increased commodity prices and expansion of government intervention. Keberhasilan industrialisasi yang berorientasi ke dalam dihambat oleh terbatasnya pasar dalam negeri. Success-oriented industrialization in dihambat by the limited domestic market. Pada awalnya, ekspansi industri terjadi dengan cepat karena pasar dalam negeri sudah tersedia dan dibantu oleh kebijakan proteksi. Initially, the expansion of industry occurred quickly because the market is available in the country and assisted by the policy protection. Namun lambat laun mulai menyusut karena pasar dalam negeri telah terpenuhi (Manning, 1998 ; Ariff dan Hill, 1988). But slowly began to dwindle because of the market in the country have been met (Manning, 1998; Ariff Dan Hill, 1988).

Sebagai akibat kebijakan substitusi impor, posisi industri tekstil dihadapkan pada: (1) inefisiensi, (2) tingkat produktivitas yang rendah, (3) tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap bantuan luar negeri, dan (4) iklim usaha yang kurang menunjang, seperti tingkat bunga bank yang tinggi. As a result of import substitution policies, the position presented in the textile industry: (1) inefisiensi, (2) a low level of productivity, (3) a high level of dependence on foreign aid, and (4) the business climate is less support, such as interest rate bank rate. Kondisi ini akan berakibat langsung terhadap kemampuan atau daya saing Indonesia di pasar internasional (orientasi ekspor) (Kusnadi, 1985). This condition will result in the ability to directly or competitiveness in the international market (export orientation) (Kusnadi, 1985).

Pada awal tahun 1980-an, industri tekstil Indonesia mengalami kemandekan akibat terlalu besarnya ekspansi yang dilakukan pada tahun 1970-an. In the early 1980s, the Indonesian textile industry standstill due to the large expansion in the 1970s. Jumlah produk yang dihasilkan terlalu besar sehingga pasar domestik mengalami kelebihan pasokan. Number of products produced is too large so that the domestic market experienced excess supply. Tahun 1981-1982 merupakan titik terburuk hingga memerlukan reorganisasi dan restrukturisasi terhadap keseluruhan industri yang secara terus-menerus ditekankan di tingkat nasional. Year 1981-1982 is the worst point to require reorganization and restructuring of the entire industry that is constantly emphasized at the national level. Banyak pengusaha kecil di Majalaya mengalami bangkrut. Many small businessmen in the Majalaya bankrupt. Beberapa menutup usahanya, sedangkan lainnya mengurangi produksi secara drastis, yaitu hanya menggunakan 50% dari alat tenun yang dimilikinya dan pengurangan jam kerja menjadi 1 shift (7 jam/hari) biasanya 2 shift (10 jam/hari). Some businesses close, while the other drastically reduce production, that is only using 50% of the tool and it has woven a reduction of working hours to 1 shift (7 hours / day) is usually 2 shifts (10 hours / day). ( Kompas, 30 September 1982 dan UPT, 1983 dalam Hardjono, 1990). (Kompas, 30 September 1982 and UPT, Hardjono in 1983, 1990). Krisis ini berkaitan dengan dampak resesi dunia terhadap perekonomian Indonesia yang mengakibatkan daya beli dalam negeri semakin menurun, proteksi dari negara-negara pengimpor terutama Eropa dan Amerika Serikat, kesulitan likuiditas, dsb. The crisis is related to the impact of world recession on the economy that resulted in domestic purchasing power decrease, protection of importer countries, especially Europe and the United States, liquidity difficulties, and so on. (Kusnadi, 1985). (Kusnadi, 1985).

Untuk mengatasi krisis tersebut pemerintah memperkenalkan sertifikat sistem ekspor dan fasilitas kredit bank (Wibisono, 1987 dalam Hardjono, 1987). To overcome the crisis the government introduced a system to export the certificate and bank credit facilities (Wibisono, Hardjono in 1987, 1987). Berkaitan dengan peninjauan kembali kebijakan substitusi impor, pemerintah mendorong produksi untuk orientasi ekspor. In connection with the re-import substitution policies, the government encouraged production for export orientation. Sebelumnya pabrik-pabrik besar memproduksi kain kualitas menengah yang jangkauannya untuk konsumen domestik. Previous large factories producing quality cloth that coverage for domestic consumers. Padahal secara teknis mereka dapat memproduksi kain yang berkualitas lebih baik. While technically they can produce high quality cloth is better.

Dengan terbukanya kesempatan ekspor mereka diharapkan dapat memproduksi kain yang berkualitas tinggi untuk pasar ekspor sehingga dapat mengurangi kompetisi di pasar domestik (Ariff dan Hill, 1988; Hardjono, 1990). With their export opportunities are expected to produce high quality cloth for export markets in order to reduce competition in the domestic market (Ariff Dan Hill, 1988; Hardjono, 1990). Upaya pemerintah yang lain adalah melakukan program ”bapak angkat”. The efforts of other government programs is to "foster father". Program ini tidak berjalan karena sejak awal telah muncul keluhan-keluhan dari ”bapak angkat” mengenai rendahnya kualitas kain yang diproduksi ”anak angkat”. This program is not running due to have emerged since the early complaints of "foster father" about the low quality of cloth produced "foster child". Sementara itu, ”anak angkat” juga mengeluhkan rendahnya keuntungan yang diperoleh. Meanwhile, the "foster child" is also about the low profits earned.

Akan tetapi pada praktiknya, program ini tidak berbeda jauh dengan sistem maklun (sistem subkontrak). However, in practice, this program does not vary much with maklun system (the system subkontrak). Akhirnya produsen-produsen kecil sudah tidak tertarik lagi dengan program ini. Finally, producers are small producers not interested in the program. Akhir tahun 1985, secara umum industri tekstil Majalaya mulai berada dalam posisi yang lebih baik daripada awal tahun 1980-an. The end of 1985, the textile industry in general Majalaya start in a better position than the early 1980s. Mereka mulai meraih keuntungan dari kemunculan pabrik-pabrik besar di berbagai daerah, seperti Kotamadya Bandung dan kecamatan-kecamatan di Dayeuhkolot, Cimahi, serta Ujungberung. They began to benefit from the appearance of factories in various regions, cities such as Bandung and kecamatans in Dayeuhkolot, Cimahi, and Ujungberung.

Mayoritas produsen Majalaya mulai merasakan perluasan pasar ini (Hardjono, 1990). The majority of producers Majalaya begin to feel this market expansion (Hardjono, 1990). Namun ini juga berarti kontrol terhadap keberlangsungan industri tekstil Majalaya menjadi semakin jauh dari tangan para pengusaha lokal karena sangat bergantung pada order dari industri-industri besar tersebut. But this also means that the control of the sustainability Majalaya textile industry becomes increasingly distant from the hands of the local because it depends on the order of industries is large. Sementara risiko yang harus ditanggung cukup tinggi karena mereka harus berurusan langsung dengan para buruhnya. Meanwhile, the risk must be high enough because they must deal directly with the buruhnya. Segala macam tuntutan buruh tidak ditujukan pada pemberi order, tapi pada penerima order yang jika diperhatikan dalam keseluruhan rantai produksi yang ada mereka juga dikategorikan sebagai buruh. All kinds of labor demand is not addressed in our order, but in order that if the recipient be in the entire chain of production that they are also classified as laborers.

Sejak akhir tahun 1990-an hingga sekarang kondisi industri tekstil di Majalaya menjadi semakin menurun, terutama pada industri skala menengah ke bawah yang banyak dimiliki oleh para pengusaha lokal. Since the late 1990s until the present conditions in the textile industry becomes increasingly Majalaya decreased, especially in the industrial scale down to the middle of the lot owned by local businessmen. Terlebih lagi ketika terjadi kebakaran pasar Tanah Abang bulan Februari lalu. Especially when the fire Tanah Abang market in February ago. Kejadian tersebut sangat memukul kegiatan pemasaran mereka karena Tanah Abang merupakan jalur pemasaran utama bagi produk-produk tekstil lokal Majalaya. Genesis is very striking because of their marketing activities Tanah Abang is the main marketing channels for products, textiles local Majalaya.

Berdasarkan penuturan buruh-buruh di Majalaya saat ini mereka menghadapi kesulitan yang sangat besar karena beberapa pabrik besar sudah mulai melakukan pengurangan jam kerja (pengurangan produksi) dan PHK terutama pada buruh kontrak. Based on the discussion in the labor-labor Majalaya at this time they are having difficulties in a very large because of several large factories had already started the reduction of working hours (a reduction in production), and PHK, especially in the labor contract. Bahkan, beberapa pabrik-pabrik kecil sudah mulai menutup usahanya karena tidak mampu menanggung biaya produksi yang semakin besar akibat kenaikan BBM dan TDL. In fact, some factories have started small businesses close because not able to bear the cost of production due to the large increase in fuel and TDL. Kebangkrutan pabrik-pabrik ini juga merupakan bencana bagi buruh-buruhnya juga kegiatan ekonomi lainnya yang didukung atau secara tidak langsung mendukung kelangsungan industri, seperti warung, penyewaan kamar (kost), sarana transportasi (angkutan umum, kereta kuda, dsb.). Bankruptcy factories this is also a disaster for the labor-buruhnya also other economic activities that supported or indirect support of the industry, such as stalls, rental rooms (kost), transportation (public transport, train, horse, etc.)..

Buruh-buruh yang mengalami korban PHK di Majalaya mengalami kesulitan yang cukup besar terutama bagi buruh yang telah berkeluarga. Labor-labor victims who have experienced PHK Majalaya experience in big trouble, especially for workers who have been him. Sebagian besar dari mereka terdorong ke sektor informal. Most of them pushed to the informal sector. Dari uang pesangon yang diperoleh mereka mencoba berbagai kegiatan usaha seperti menjadi pedagang keliling, tukang kredit, membuka warung, dsb. From the money they earned pesangon try various business activities such as a peddler, mortgagee, a small shop, etc.. Kegiatan-kegiatan tersebut menjadi salah satu cara bertahan hidup mereka hingga mereka memperoleh pekerjaan kembali. Activities has become a way to survive until they get their jobs back.

Bagi penduduk setempat terutama generasi tua, kondisi saat ini menjadi semakin sulit karena mereka sudah kehilangan penopangnya yaitu sektor pertanian yang beberapa periode sebelumnya dapat dijadikan alternatif ketika industri tekstil sedang mengalami penurunan. For local residents, especially older generations, when this condition becomes more difficult because they've lost penopangnya namely the agricultural sector, which some previous period can be an alternative when textile industry are decreasing. Saat ini areal pertanian sudah tidak menjadi alternatif mata pencaharian penduduk, selain karena areal pertanian yang semakin sempit (tergeser oleh areal industri) dan juga beralihnya orientasi pekerjaan penduduk (terutama penduduk muda). When this area of agriculture is not an alternative livelihood population, in addition to the agricultural area of the narrow (tergeser by industrial area) and also work beralihnya orientation population (especially young people).

Penurunan industri tekstil di Majalaya ini harus segera mendapat perhatian dari pemerintah tidak hanya dalam upaya membangkitkan industri tekstil, tapi juga dalam hal pengawasan implementasi UU Ketenagakerjaan. The decline in the textile industry Majalaya must get immediate attention from the government not only in the effort to raise textile industry, but also in terms of implementation of the Law on Labor supervision. Mengapa kedua hal itu harus diperhatikan karena (1) Industri tekstil Majalaya terutama pengusaha lokal sedang di ambang kebangkrutan dan akan mengancam kelangsungan hidup buruh-buruhnya; (2) Banyaknya perusahaan yang masih stabil mencoba memanfaatkan kesempatan ini dengan mem-PHK buruh tetapnya dengan alasan bangkrut kemudian mempekerjakan buruh-buruh kontrak. Why these two things must be considered because it (1) Majalaya textile industry, especially local entrepreneurs are in the verge of bankruptcy and will threaten the viability labor-buruhnya, (2) A large stable company that is still trying to take advantage of this opportunity with the mem-PHK tetapnya labor by reason bankrupt and employ labor-labor contract. Meskipun status buruh kontrak juga berarti hilangnya jaminan sosial dan rentannya status pekerjaan mereka, tapi tidak menyurutkan keinginan para pencari kerja. Although the status of labor contract also means the loss of social security and employment status rentannya them, but not the desire menyurutkan job seekers.

Gerakan perburuhan Labor movement

Perkembangan industri tekstil Majalaya juga tidak dapat dilepaskan dari gerakan perburuhan yang sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi, politik di tingkat makro. Development of the textile industry Majalaya also can not be released from the labor movement that is influenced by social conditions, economy, politics at the macro level. Pada tahun 1982-1997 gerakan perburuhan di Indonesia diwarnai dengan keterlibatan militer dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial yang terus meluas. In the year 1982-1997 labor movement in Indonesia, colored with the involvement of the military in solving industrial relations conflict, which continues to escalate. Saat itu pemerintah lebih memerhatikan pengawasan terhadap buruh daripada upaya perlindungan buruh (Manning, 1998). When looking at the government more control of the labor of labor protection efforts (Manning, 1998). Hal ini tampak dari banyaknya pelanggaran pengusaha terhadap hak-hak normatif buruh, seperti UMR, cuti melahirkan, cuti haid, uang pesangon. This is visible from many breach of the normative rights of laborers, such as minimum wage, birth leave, menstruation leave, the money pesangon. Padahal penetapan peraturan perlindungan buruh telah ditetapkan sejak awal 1970-an. While the determination of labor protection regulations have been set since the early 1970s.

Ratifikasi konvensi ILO No. Ratification of ILO Convention No. 87 tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi dan Konvensi ILO No. 87 on freedom of association and protection of the rights to be organized and the ILO Convention No. 98 tentang hak untuk berorganisasi dan berunding bersama pada tahun 1998. 98 on the right to collective bargaining and organized in 1998. Kemudian disahkannya UU No. Then disahkannya Law. 21/2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh oleh pemerintah tahun 2000 juga mewarnai aktivitas perburuhan di Majalaya. 21/2000 on trade unions / union by the government in 2000 also coloring activities in the labor Majalaya. Pada masa ini bermunculan berbagai serikat buruh baik yang mandiri maupun yang terdaftar di Disnaker. At this time appear various union both an independent and registered in Disnaker. Mereka berusaha untuk memperoleh anggota sebanyak-banyaknya. They tried to get the members as much as possible.

Nuansa kompetisi di antara mereka sangat kental dan semakin memecah kekuatan serikat buruh. Nuance of the competition between them is very thick and break the power of unions. Padahal, persoalan yang dihadapi sangat membutuhkan soliditas di antara serikat buruh. In fact, problems faced in the very need soliditas between unions. Salah satu cara untuk menarik anggota adalah dengan mengajukan berbagai tuntutan pada perusahaan yang seringkali menjadi bumerang bagi buruhnya. One way to attract members is to make various demands on the companies that often become a boomerang for buruhnya. Tidak sedikit aktivis serikat buruh atau buruh yang di PHK karena mengajukan tuntutan bahkan ketika akan membentuk serikat buruh di tingkat pabrik. Not a few trade union activists or labor because of the PHK file a claim even when the union will form at the factory. Hal ini menjadi indikasi bahwa kebebasan berserikat belum sepenuhnya berjalan. This is a indication that the freedom of association is not fully running. Kondisi ini tidak hanya terjadi di Majalaya juga daerah konsentrasi industri lainnya. This condition does not only occur in areas of concentration Majalaya also other industries.

Pekerja lokal vs pendatang Workers local vs. newcomer

Belakangan ini penduduk Majalaya semakin merasakan sempitnya peluang kerja yang ada karena mereka harus bersaing dengan para pendatang yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Bandung, dsb. Later this Majalaya the residents feel that the limited employment opportunities because they must have to compete with the newcomers who came from Central Java, East Java, Lampung, Bandung, etc.. Hal ini juga pernah menjadi pemicu konflik antara penduduk setempat dan pabrik serta penduduk lokal dan pendatang. This also triggered a conflict between local residents and factory and the local population and migrants. Permasalahan ini harus segera dicarikan solusinya agar tidak menimbulkan konflik yang lebih besar di kemudian hari. This problem must be immediately dicarikan solution that does not cause a greater conflict in the future.

Berdasarkan penuturan beberapa penduduk Majalaya baik yang generasi tua maupun muda sebelum tahun 1990-an mereka merasakan kemudahan dalam mencari pekerjaan karena banyak pabrik yang berdiri sementara tenaga kerja masih terbatas. Based on the expression of some Majalaya both old and young generation before the 1990s they feel the ease in finding jobs because many factories that stood while labor is still limited. Mereka dapat dengan mudah berganti-ganti pekerjaan. They can easily keep changing jobs. Saat itu persyaratan kerja tidak seketat sekarang meskipun pendidikan rendah dan kemampuan seadanya mereka tetap dapat diterima bekerja. When the requirements seketat not work now even though education is low and their ability to improvise can still work received.

Namun saat ini preferensinya berubah, syarat pendidikan minimal SMP bahkan perusahaan-perusahaan besar mensyaratkan SMA, memiliki tinggi badan tertentu, dsb. However, at this time preferences change, the minimum educational requirement SMP even large companies require high school, have a high body, etc.. Perubahan ini membatasi kesempatan bekerja bagi penduduk lokal yang rata-rata berpendidikan rendah. These changes limit the opportunity to work for the local population that the average low-educated. Mereka hanya bisa menempati perusahaan-perusahaan kecil yang upahnya masih jauh di bawah ketentuan upah minimum dan tidak memiliki jaminan sosial apa pun. They can only occupy a small company that wages are still far below the minimum wage provisions and does not have any social security.

Terdapat beberapa perbedaan kebijakan antara perusahaan ”besar” dan ”kecil” terutama menyangkut tingkat upah, implementasi UU Ketenagakerjaan dan preferensi buruh. There are few policy differences between the companies "great" and "small", especially regarding the wage level, the implementation of the Law on Employment and labor preferences. Perusahaan kecil biasanya tidak memberlakukan UU Ketenagakerjaan, standar upahnya minim, tidak memiliki jaminan sosial yang jelas. Small companies usually do not effect the Law on Employment, the standard minimum wages, social security does not have a clear idea. Sebagai timbal baliknya mereka tidak menentukan batasan usia dan pendidikan tertentu bagi buruhnya dan jam kerja lebih longgar. As a reciprocal baliknya they do not determine the limits of a certain age and education for buruhnya working hours and more loose.

Sedangkan perusahaan besar mengacu pada UU Ketenagakerjaan, memiliki standar penerimaan buruh (proses seleksi), jam kerja ketat dengan sistem shift. While big companies refer to the Employment Act, workers have a standard reception (the selection process), working hours, shift system with stringent. Perusahaan besar banyak mempekerjakan pendatang karena selain memenuhi persyaratan tersebut juga ada stereotip tertentu mengenai buruh pendatang yaitu tidak banyak menuntut dan rajin bekerja. Many large companies employ migrants because of requirements also have certain stereotypes about labor migrants is not much demand and diligent work. Apakah ini berarti bahwa penduduk setempat banyak menuntut dan tidak rajin? Does this mean that many local residents and does not require diligent? Saya tidak tahu pasti mengenai hal tersebut. I do not know about it.

Namun yang jelas perbedaan kebijakan antara perusahaan kecil dan perusahaan besar ini menyebabkan perbedaan kondisi buruhnya. However, a clear policy differences between small and large companies is the difference buruhnya conditions. Artinya kebijakan yang berlaku juga harus sangat memerhatikan keragaman karakteristik industri dan buruhnya. This means that the policy should apply also looking very diverse characteristics and buruhnya industry. Karakteristik buruh yang berbeda di masing-masing skala usaha sangat penting diperhatikan oleh para organisatoris gerakan buruh dan pemerintah untuk lebih memerhatikan jaminan sosial dan upaya perlindungannya. Characteristics of labor in different in each scale is considered important by the organizational labor movement and the government looking for more social security and protection efforts. Apalagi, sebagian besar penduduk Majalaya telah menjadi bagian industri dan menjadi salah satu penopang laju ekonomi nasional yang berbasis industri tekstil Moreover, most of the population has become part Majalaya industry and become one of the standard rate the national economy based textile industry


Blogspot Templates by Isnaini Dot Com and Wedding Bands. Powered by Blogger